Minggu, 12 Desember 2010

stratifikasi sosial

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas penulisan ini yang berjudul “Stratifikasi sosial”.
Tugas Penulisan tersebut adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar di Universitas Gunadarma di Bekasi (kali malang).
Dalam tugas Penulisan ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan tugas penulisan ini. penulis berharap semoga Allah memberikan ilmu yang bermanfaat bagu saya dan pembaca sekalian,diberikan pahala dan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin..........


Pengertian
Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan. Istilahstand juga dipakai oleh Max Weber.
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
Beberapa definisi stratifikasi sosial :

a. Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).

b. Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.

c. Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.

Pengelompokan secara vertikal Berdasarkan posisi, status, kelebihan yang dimiliki, sesuatu yang dihargai.Distribusi hak dan wewenang Kriteria ekonomi, pendidikan, kekuasaan, kehormatan

SEBAB-SEBAB TERJADINYA STRATIFIKASI SOSIAL
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.

PROSES TERJADINYA STRATIFIKASI SOSIAL
Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut:
a. Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
b. Terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti : pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.

KRITERIA DASAR PENENTU STRATIFIKASI SOSIAL
Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut :
a. Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin.

b. Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah.
c. Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar :
- Andi di masyarakat Bugis,
- Raden di masyarakat Jawa,
- Tengku di masyarakat Aceh, dsb.
d. Kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi, jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, ketrampilan khusus, kesaktian, dsb.


SIFAT STRATIFIKASI SOSIAL

Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedak menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja.
Contoh:
- Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
- Rasialis. Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
- Feodal. Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.

b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifatdinamis karenamobilitasnya sangatbesar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal.
Contoh:
- Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
- Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperolehpendidikan asal ada niat dan usaha.

c. Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya,seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.

Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan,tingkat kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan seseorang.
b. Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yangmenerima anugerah penghargaan/ gelar/ kebangsawanan, dan sebagainya.
c. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat melalui kualitas pribadi,keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikan, wewenang atau kekuasaan.
d. Penentu lambang-lambang (simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah\ laku, cara berpakaian dan bentuk rumah.
e. Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
f. Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.
Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan suatu usaha (achievement status) dan ada yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Stratifikasi berasal dari kata stratum yang berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak.

Pitirin A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sebagai pembedaan penduduk atau anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis. Sedangkan menurut Bruce J. Cohen sistem stratifikasi akan menempatkan setiap individu pada kelas sosial yang sesuai berdasarkan kualitas yang dimiliki.

Stratifikasi dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari proses pertumbuhan masyarakat, juga dapat dibentuk untuk tercapainya tujuan bersama. Faktor yang menyebabkan stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan sendirinya adalah kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas tertentu.

Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.

Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, pa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
==== Ukuran kekuasaan dan wewenang ====ÂĎ Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kayadalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.

Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.




Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.




PEMBAHASAN

PERMASALAHAN STRATIFIKASI MASYARAKAT DI TUNGKAK SOROSUTAN DALAM KEADAAN STATUSNYA TERMASUK GOLONGAN BAGIAN BAWAH.

Masyarakat di Tungkak Sorosutan yang memakai sistem pinjam meminjam uang sebagai cara pemenuh kebutuhan. Walaupun minoritas masyarakat disana ada yang tidak memanfaatkan sistem ini sebagai pemenuh kebutuhan. Tetapi pada kenyataannya budaya pinjam meminjam uang ini sudah sangat melekat dalam kehidupan masyarakat di tungkak sorosutan ini.
Sistem pinjam meminjam yang dipakai mayoritas masyarakat Tungkak Sorosutan ini, secara tidak langsung mendorong peneliti untuk menilik strata sosial masyarakatnya. Strata sosial masyarakat adalah lapisan sosial yang membagi masyarakat berdasar kekayaan,kedudukan,dan kekuasaan menjadi tiga golongan, yaitu :
· golongan atas yang terdiri atas gololgan orang-orang yang memiliki kekayaan,kedudukan,dan kekuasaan diatas rata-rata orang pada umumnya ;
· golongan menengah yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kekayaan, kedudukan,dan kekuasaan di atas standar tidak lebih dan tidak kurang ;
· golongan bawah adalah orang-orang yang tidak memiliki apapun untuk diandalkan atau yang sering disebut sebagai golongan orang-orang miskin.
Dan di Tungkak ini golongan menengah kebawah yang mendominasi. Sehingga kemampuan mereka untuk tidak pinjam meminjam uang sangat kecil. Hal itu karena terbatasnya kemampuan perekonomian masyarakat.
Oleh karena asumsi tentang adanya keterkaitan antara strata sosial masyarakat dengan sistem pinjam meminjam uang , yang kemungkinan antara si pemberi pinjaman melakukan kegiatan itu guna menambah kekayaan. Yang hal itu sangat penting guna mempertahankan status. Pemikiran semacam ini sangat mungkin dipengaruhi paham kapitalisme. Paham kapitalisme mendorong orang untuk menimbun kekayaan, yang salah satu caranya dengan meminjamkan uang dan membuat orang semakin kaya dan secara tidak langsung status mereka di masyarakat pun meningkat . Sedangkan si peminjam melakukan karena dorongan pemenuhan kebutuhan juga karena posisi mereka yang golongan bawah yang sangat kecil mengenyam pendidikan. Sehingga pengetahuan mereka tentang pinjam meminjam itu sangat kecil. Persoalan-persoalan inilah yang menuntut untuk diteliti lebih mendalam.

ANALISIS DAN SOLUSI
kasus di atas adalah tentang masyarakat di Tungkak Sorosutan yang memakai sistem pinjam meminjam uang sebagai cara pemenuh kebutuhan, budaya pinjam meminjam uang ini sudah sangat melekat dalam kehidupan masyarakat di tungkak sorosutan ini. Latar belakang terjadinya kasus diatas adalah kehidupan perekonomiannya yang semakin lama semakin meningkat, sangat dibutuhkan dana yang tidak sedikit, baik itu dari penjual maupun pembeli. Masyarakat yang sangat memerlukan dana sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari, tidak jarang memanfaatkan sistem pinjam meminjam. Walaupun kompensasi yang diterima dari meminjam uang itu berupa pengembalian uang beserta bunganya. Yang ada dalam pikiran masyarakat pada umumnya adalah bagaimana cara agar pemenuhan kebutuhan itu terpenuhi. Sistem pinjam meminjam yang dipakai mayoritas masyarakat Tungkak Sorosutan ini, secara tidak langsung mendorong peneliti untuk menilik strata sosial masyarakatnya. Dan di Tungkak ini golongan menengah kebawah yang mendominasi. Sehingga kemampuan mereka untuk tidak pinjam meminjam uang sangat kecil.
Hal itu karena terbatasnya kemampuan perekonomian masyarakat. Stratifikasi adalah pengelompokan sosial secara vertikal atau bertingkat , dasar yang dilihat dalam stratifikasi sosial adalah : kekayaan , kekuasaan , pendidikan dan keturunan.
Dalam hal ini , yang menjadi msalah adalah dalam wujud stratifikasi sosial yaitu ekonomi : kelas atas yaitu terdiri dari kelompok orang-orang yang leluasa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan secara berlebihan . Kelas menengah yaitu kelompok orang yang berkecukupan , kelas bawah yaitu kelas yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Menurut pendapat saya, stratifikasi sosial sangat mempengaruhi masyarakat dalam bidang kekayaan yang kemudian akan menyangkut pada bidang perekonomian , karena banyaknya kebutuhan hidup yang semakin lama, semakin hari semakin banyak .misalnya dalam contoh pada masyarakat di Tungkak Sorotan kerap memakai sistem pinjam-meminjam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena disebabkan oleh banyaknya kaum menengah kebawah pada masyarakat tersebut. Dan adanya pengaruh strata pada masyarakat Tungkak Sorotan, Yang hal itu sangat penting guna mempertahankan status. Pemikiran semacam ini sangat mungkin dipengaruhi paham kapitalisme.
Solusi kami adalah bagaimana cara masyarakat setempat menghilangkan rasa ingin memiliki sesuatu lebih dari yang lain dengan cara yang tidak baik . Meskipun terdengar biasa, namun kebiasaan meminjam uang yang selalu dilakukan pada masyarakat Tungak Sorotan akan menjadi kebiasaan yang buruk dan mungkin bisa menyusahkan pihak setempat dan mungkin pada masyarakat lainnya juga . Perlu diketahui bahwa dengan meminjam uang untuk menaikkan strata seseorang sama saja dengan memalsukan atau membeli ”status”. Pemerintah harusnya lebih memperhatikan mengenai pendidikan bangsa Indonesia agar kedepannya dapat mencetak SDA(Sumber Daya Alam) yang berkualitas dan diharapkan akan mengurangi tingkat kemiskinan . Dengan adanya suatu perubahan tersebut, Masyrakat Tungkak Sorotan tidak akan terdorong untuk pinjam-meminjam lagi karena masyrakat tersebut sudah tidak lagi berada pada kaum menengah kebawah (hampir seluruh Masyarakat Tungkak Sorotan berkaum menengah kebawah).

Rabu, 24 November 2010

mengapa warga gunung merapi enggan mengungsi

Kata pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT. bahwa penulis telah menyelesaikan tugas mata pelajaran ilmu social dasar dengan membahas penyakit warga gunung merapi.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu dosen bidang studi ilmu sosial dasar yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.









Warga Enggan Mengungsi, Nunggu Perintah Kiai Petruk
SEMARANG ( Pos Kota ) – Alasan sebagian warga lereng Merapi tidak bersedia dievakuasi meski status gunung tersebut sudah meningkat menjadi “Awas” karena mereka meyakini belum mendapat perintah mengungsi dari Kiai Petruk, sebagai penguasa gunung Merapi.
Mitos tersebut hingga kini begitu diyakini penduduk lereng Merapi, sehingga mereka memilih bertahan di desanya sebelum mendapat perintah dari Kiai Petruk .
Keyakinan penduduk lereng merapi inilah yang menyulut ketegangan dengan petugas evakuasi . Tetapi petugas evakusi berjanji akan memaksa warga untuk segera mengungsi bila kondisi Merapi semakin gawat .
Selain menggunakan pendekatan kepada warga, Pemkab Boyolali juga akan mengevakuasi paksa jika warga tetap bersikeras . Saat ini, selain menyiapkan tenda di Lapangan Selo, tim evakuasi juga telah memasang papan petunjuk arah di jalur evakluasi.
Hal tersebut merupakan antisipasi jika Merapi meletus, warga pun bisa cepat tiba di pengungsian. Sekitar tujuh ribu warga di tiga desa di kaki Gunung Merapi, menolak dievakuasi ke pengungsian.
Tiga desa tersebut adalah Desa Jrakah, Desa Telogo Lele, dan Desa Klakah. Sampai saat ini, baru ada sekitar 2.000 warga dari Desa Kemiren dan Kaliurang, kecamatan Srumbung, Magelang, yang telah bersedia meninggalkan rumah mereka yang berjarak sekitar 7 kilometer dari puncak Merapi .

Warga Merapi enggan menggungsi
Gunung Merapi merupakan bagian dari pilar penting warga Yogyakarta
Tigapuluh dua warga sekitar Gunung Merapi meninggal akibat abu panas yang menyembur dari kawah gunung berapi paling aktif di Indonesia ini pada hari Selasa (26/10) sore, padahal seharusnya korban jiwa bisa dihindari.
Letusan Gunung Merapi ini memang sudah diramalkan sejak akhir minggu ketika Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menetapkan status siaga setelah terjadi penggembungan kawah.
Media di Indonesia melaporkan status siaga ini membuat pihak berwenang memutuskan agar warga yang berada di lereng gunung itu segera mengungsi sebagai upaya mencegah jatuhnya korban.
Pada hari Senin (25/10) status Gunung Merapi ditingkatkan menjadi awas setelah penggembungan yang lebih cepat dan lebih besar daripada sehari sebelumnya, perintah yang keluar terhadap warga adalah pengungsian.
Korban yang meninggal sebenarnya bisa dihindari jika ada perencanaan
Namun, meninggalknya puluhan warga ketika gunung berapi itu meletus menunjukkan bahwa perintah untuk meninggalkan rumah tidak didengar dan diikuti oleh sebagian besar warga di Gunung Merapi.
Sejumlah warga yang sempat diwawancarai oleh BBC Indonesia dan media lain dikutip mengatakan mereka sedang melakukan aktivitas sehari-hari ketika letusan terjadi, sementara alasan mereka tidak mengungsi meski telah mendapat peringatan adalah tidak percaya peringatan itu akan terjadi karena pada tahun 2006 tidak terjadi letusan padahal mereka sudah mengungsi.
Aspek budaya
Selain itu, menurut pengajar Sosiologi Universitas Gajah Mada, Dr Mohammad Supraja, mengatakan bahwa bagi warga Gunung Merapi merupakan sumber kehidupan yang menjadi sumber nafkah mereka, mulai dari pertanian hingga peternakan.
"Secara kultural ada semacam ikatan kuat antara masyarakat di sana dengan gunung berapi itu karena mereka merasa aman dan nyaman secara ekonomis," ujar Dr Mohammad Supraja kepada BBC Indonesia.
Dengan kata lain mereka tidak bisa begitu saja meninggalkan sumber mata pencaharian yang sangat penting bagi mereka untuk tinggal di tempat pengungsian.
"Pemerintah tampaknya tidak siap dalam menampung para pengungsi ini," ujar Dr Mohammad Supraja, "Dari kesaksian keluarga Ponimin yang diwawancara bisa didengar bahwa mereka tidak mengungsi karena melihat fasilitas kamp pengungsi yang tidak bisa memberi kesempatan warga untuk menjalankan kehidupan mereka".
Lokasi yang jauh dari pusat kegiatan inti warga membuat mereka tidak bisa melanjutkan pekerjaan sehari-hari ataupun menjaga harta benda yang ditinggalkan.
Dia menambahkan seharusnya pemerintah sudah memiliki satu rencana yang lebih menyeluruh dan lebih rapih dalam menghadapi satu bencana yang secara ilmiah diketahui akan terjadi.

Awas Merapi Abaikan Peringatan, Warga Merapi Enggan Mengungsi
Penampungan pengungsi Merapi
VHRmedia, Magelang – Warga lereng selatan Merapi tidak menganggap serius peringatan mengungsi yang dikeluarkan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta. Posko pengungsian di lereng selatan Gunung Merapi masih tampak sepi.

Koordinator Posko Induk Bencana Merapi Kabupaten Magelang, Moch Damil Ahmad Yan, mengatakan BPPTK Yogyakarta merekomendasikan warga segera mengungsi. Namun, dari 2.260 warga di desa sekitar lereng selatan Merapi hanya 351 orang yang mengungsi.

Wilayah yang dianggap rawan antara lain 4 dusun di Kaliurang, Yogyakarta, dan 2 dusun di Desa Kemiren, Kecamatan Srumbung, Magelang. ”Setelah ada surat BPPTK, Bupati Magelang langsung melakukan rapat koordinasi. Selanjutnya, Camat Srumbung dipanggil untuk melakukan evakuasi warga yang tinggal di dua desa itu,” kata Moch Damil Ahmad, Senin (25/10) malam.

Menurut Moch Damil Ahmad, terdapat 19 desa di Kabupaten Magelang yang masuk Kawasan Rawan bencana III. Dua desa di lereng selatan Merapi posisinya dianggap paling berbahaya.

“Kami langsung evakuasi. Namun, berdasarkan data sore tadi, yang mengungsi di dua barak pengungsian Tanjung dan Jeruk Agung, hanya 351 pengungsi. Jumlah itu sedikit,” ujar Moch Damil Ahmad.

Warga di 4 dusun di Kaliurang mencapai 1.525 orang. Sedangkan warga di 2 dusun di Desa Kemiren 774 orang. Menurut Damil Ahmad, sebagian warga masih enggan mengungsi. ”Masing-masing daerah mempunyai kearifan lokal sendiri tentang Gunung Merapi. Kami tidak berani memaksa mereka mengungsi. Pendekatan yang kami lakukan adalah pendekatan masyarakat, sehingga tidak mungkin main paksa seenaknya.”

Pawiro Sastro, warga Kaliurang, mengaku terpaksa tinggal di pengungsian. Sebenarnya nenek ini keberatan mengungsi karena harus meninggalkan ternaknya. ”Saya mengungsi karena menuruti pemerintah. Padahal, tempat tinggal saya itu aman dari Merapi. Saya disuruh mengungsi ketika pulang dari memetik cabai. Ternak saya tinggal dan diurus anak laki-laki saya,” ujarnya. (E1)

Merasa Aman, Warga Masih Enggan Mengungsi
Cukup mencengangkan, ketika instruksi mengungsi dari pemerintah tidak digubris oleh warga Kawasan Rawan Bencana (KRB) III di Klaten. Di lain pihak Pemkab sendiri setempat dinilai belum siap mengevakuasi warga, terbukti dengan minimnya logistik hingga sosialisasi ke wilayah itu.
”Pemerintah desa sudah diminta untuk mengimbau warganya mengungsi hari ini (kemarin -red) dan kami pun telah meneruskannya ke warga. Namun kenyataannya masih di rumah masing-masing,” terang Kades Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Suroso, Senin (25/10).
Dalam imbauannya ke warga, pihaknya telah menginformasikan status Awas Gunung Merapi, namun hal itu belum cukup kuat untuk menggerakkan warganya mengungsi. Warga, kata dia, mempunyai pertimbangan lain untuk memutuskan tetap tinggal.
Namun untuk mengawalinya, warga sendiri berinisiatif menyiapkan 15 truk pasir pengangkut pengungsi. Titik pengumpulan pengungsi pun dipusatkan di balai desa setempat dan di salah satu gedung sekolah.
”Ada 2.400 warga di sini sebagai calon pengungsi. Truk pasir milik warga juga sudah siap untuk mengangkutnya dari balai desa dan SDN II sebagai titik kumpul,” terangnya, kemarin.
Pada bagian lain, keputusan warga untuk mengungsi bergantung dari imbauan langsung dari pejabat daerah. Sekretaris Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Basuki mengatakan, sedianya Bupati, Kapolres, Dandim, ataupun pejabat berpengaruh bersedia menemui warga, maka mereka pun dapat diyakinkan untuk mengungsi.
Hingga kemarin petang, warga lebih memilih mempersiapkan diri daripada mengandalkan janji dari pemerintah. Mereka telah mengemasi barang-barang dan bersiap turun gunung dengan tanda-tanda dari Merapi. ”Hasil pendataan ada 23 truk yang bersedia mengangkut kapan saja,” jelasnya.
Aktivitas warga pun menurutnya masih normal, meski pengamatan Merapi melalui ronda kian digiatkan. Perlu diketahui, Desa Balerante dan Sidorejo terletak sekitar 4 kilometer dari puncak Merapi. Keberadaan warga di desa tersebut mengancam jiwa mereka jika sewaktu-waktu Merapi meletus.
Keengganan warga untuk meninggalkan kampung halamannya untuk mengungsi, sesungguhnya dilatarbelakangi trauma atas peristiwa pengungsian tahun 2006 yang sangat merugikan warga.
Musiyem warga Deles, Kemalang, Klaten, Senin siang masih melakukan aktivitas seperti biasa. Dia tetap mencarikan rumput untuk ketiga ekor sapi piaraannya. Sapi itu telah dipiara dan dibesarkannya selama empat tahun terakhir, tepatnya pascaerupsi Merapi tahun 2006.
Saat itu seluruh warga di kampungnya dipaksa mengungsi dari rumah karena ancaman bahaya Merapi. Mereka mengungsi di tenda pengungsian yang disediakan pemerintah di lapangan Desa Dompol, Kemalang, Klaten.
Namun hingga pengungsian berakhir Desa Deles memang tidak terkena muntahan lahar, paling parah hanya terkena hujan abu. Kawasan tersebut terlindungi oleh salah satu bukit anak Merapi yang oleh warga biasa disebut Gunung Biyung Bibi. Anak gunung ibarat tameng dari bencana Merapi bagi warga Kemalang secara turun-temurun.
Padahal karena harus mengungsi dan hanya orang yang disediakan tempat pengungsian, akhirnya seluruh ternaknya dijual secara murah. Tanaman di lahan garapan juga terbengkelai karena tak dirawat.
Jawaban lebih jelas disampaikan Martono, warga dusun Pajegan, Desa Tegalmulyo, Kemalang. Pajegan adalah salah satu kawasan hunian tertinggi di lereng Merapi daerah Klaten. Lokasi hunian itu hanya berjarak 2 kilometer dari puncak Merapi. Tahun 2006 lokasi tersebut terselamatkan oleh bukit Biyung Bibi dari semburan awan panas Merapi.
Sementara itu, juru kunci Gunung Merapi Ki Surakso Hargo atau Mbah Maridjan meminta masyarakat di Kawasan Rawan Bencana III mematuhi instruksi dari pemerintah untuk segera mengungsi terkait dengan peningkatan status Gunung Merapi dari Siaga menjadi Awas.


Gunung Merapi Waspada, Mbah Maridjan Enggan Mengungsi
25/10/2010

Status Merapi akhirnya resmi dinaikan menjadi Waspada sejak pukul 06.00 WIB pagi tadi. Pemerintah pun sudah menyiapkan sejumlah bala bantuan untuk mengungsikan warga yang tinggal di sekitar Gunung Merapi. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Merapi tahun ini dipastikan akan meletus dan letusannya bisa lebih eksplosif ketimbang letusan terakhir pada tahun 2006 lalu yang hanya mengeluarkan awan panas saja. Dari hari Sabtu lalu saja, Gunung Merapi tercatat telah terjadi enam kali gempa vulkanik dalam, 74 kali gempa vulkanik kedangkal, 525 kali gempa multivase, dan 183 kejadian guguran.

Namun di antara sejumlah warga yang diungsikan dari Gunung yang pernah meletus tahun 1930 tersebut, ada satu orang yang enggan untuk pergi dan memutuskan untuk tetap tinggal di sana. Beliau adalah Mbah Maridjan, Pria yang juga merupakan juru kunci Gunung Merapi dan melakukan hal yang sama saat tahun 2006 lalu. Padahal Mbah Marijan hanya tinggal lima kilometer saja dari Puncak Merapi.

"Saya masih kerasan dan betah tinggal di sini. Kalau ditinggal nanti siapa yang mengurus tempat ini," kata Mbah Maridjan seperti dikutip dari vivanews.com

Meski tetap akan bertahan di Gunung Merapi, Mbah Marijan meminta warga untuk mengikuti anjuran Pemerintah agar mengungsi dari Gunung Merapi. Walaupun sebagai juru kunci Gunung Merapi, Mbah Marijan tetap tidak dapat memprediksi kapan meletusnya Gunung tersebut. Ia meminta agar semua warga tetap berdoa agar letusan Gunung Merapi kali ini tidak menimbulkan kerusakan yang hebat. (RH